29/06/2020

Jangan Menikah

Posted by Audy at 11:11

Kalau belum siap, jangan.

Kalau ego masih diatas, jangan.

Kalau masih takut finansial, jangan.

Karena kata Jouska, biaya nikah bisa habis 200-500 juta. Ditambah hamil-melahirkan 166 juta. Belum termasuk biaya hidup setelahnya.

Berat ya?

Nowadays sosmed bisa menjadi sangat motivatif, tapi jika salah menyikapi justru jadi toksik. Karena menjadikan tolak ukur dan membandingkan hidup dengan yang lain. Banyak orang berpikir skeptis tentang pernikahan dan kehidupan setelahnya. Tidak sedikit juga yang baru akan memulai ketika modal sudah ada. Semuanya itu pilihan, tapi kalau boleh beropini, prinsipnya bukan begitu.

Biaya-biaya sebenarnya hanya angka, bergantung keputusan kita. Mana yang lebih besar antara kebutuhan dan gengsi? Karena banyak orang berlindung dibalik kalimat “gapapa, sekali seumur hidup”, "kalau vendornya jelek nanti malu loh" atau "masa teman mama ngga diundang?" -- tapi lupa mengukur modalnya, dan lupa kalau menimbulkan masalah setelahnya. Untuk kamu yang sedang bersiap, jangan lupa mengukur kebutuhan, selaraskan dengan kemampuan, lalu jadikan kebahagiaan.


Menikah itu tentang komitmen, melewati perjalanan hidup bersama, mengejar angka, tapi tidak lupa bahagia. Istilah membangun rumah tangga, artinya memang "membangun rumah" mulai dari awal. Perlahan tapi berprogress.

Awalnya dibangun pondasi. Materialnya tidak sedikit. Ada iman, rasa kasih-mengasihi, kepercayaan dan restu orang tua. Tidak terlihat, tapi bisa dirasa. Kalau pondasinya kuat, semua diatasnya bisa ditumpu dengan baik.

Setelah pondasi selesai, material disusun tinggi hingga terbentuk dinding. Kadang dinding membuat kita terlihat menyedihkan, karena memisahkan kita dengan teman dan beberapa kebiasaan. Barrier ini juga membuat kita tidak bisa keluar hanya sebentar. Barangkali pergi jauh untuk melihat dunia di luar kebiasaan, atau ke kafe menikmati Twinings Morning Tea sendirian. Kalau kita lihat lagi, dinding punya fungsi untuk menyembunyikan rasa. Karena bahagia kita, bisa jadi membuat orang lain terluka. Ketika sedih kita, mungkin akan membuat mereka tertawa. Jadi biarkan dinding terbangun tinggi, agar mereka hanya bisa menerka, sedangkan hidup bisa kita nikmati sepenuhnya.

Setelah dinding, barulah dilakukan pemasangan yang lain; atap rumah supaya kita merasa teduh dan merasa aman dari hidup yang semakin keras. Karena pasangan kita akan selalu ada melindungi. 

Jendela dan pintu nantinya akan menjadi bagian paling menyenangkan, karena menjadi awal kita untuk mulai mengetuk masuk dan menghias ruang di dalamnya. Dengan banyak senyum bahagia, tapi mungkin ada juga perselisihan dan air mata. Cukup beberapa, supaya kita ingat rasa ada banyak bentuknya.

Taman dan halaman, nantinya akan ada mempercantik rumah kita. Kalau rumput sudah tinggi, waktunya untuk dipangkas. Sama halnya jika idealisme mulai tinggi, akan ada yang dipangkas. Kalau ada ego yang mengganggu, selayaknya akan dibuang.


Menikah, memiliki anak memang pilihan. Sebagian menganggap life goals, sebagian dipersimpangan, sisanya menganggap itu bukan muara. Mereka yang ada di persimpangan ingin menikah, namun belum seirama dengan kesempatan.

Kalau itu kamu, jangan hiraukan yang lain. Berjalanlah di lintasanmu sendiri, dan habiskan waktumu untuk hal baik hingga kamu siap kapanpun kesempatan itu tiba. Banyak quotes yang bilang hidup bukan kompetisi. Aku percaya, aku harap kamu pun juga sama.

Ada yang berjalan cukup cepat, tapi ditengah jalan kesulitan membuatnya berhenti. Kamu tidak bisa melihat karena kamu ada di belakang. Jadi kamu anggap dia masih didepan dan hidupnya penuh keberuntungan.

Ada yang berjalan terus, tapi tidak kunjung sampai. Karena jalan yang ditempuh lebih rumit, dan lebih panjang. Sehingga kamu berpikir dia jalan ditempat.

Ada yang punya rute pendek-cepat sampai, tapi dengan mudah kamu lampaui. Ternyata dia memang tidak berkemauan berjalan.


Untuk yang memikirkan kalimat kedua, menikah mungkin dikesampingkan bukan tanpa alasan, tapi untuk mereka agar bisa fokus dengan harapan yang sudah dipupuk lama.

Fokus studi abroad misalnya. Mungkin akan sulit dilakukan jika sudah menikah, karena ada hal lain yang dipikirkan selain studi. Apakah harus berumah tangga disana? Atau menjalankan hubungan jarak jauh dengan pasangan? Rasanya bukan studi namanya jika pada akhirnya fokus pada beban.

Atau misal mengejar karir sampai titik tertinggi. Untuk sampai disana, banyak pressure dan load kerja yang menguji batas. Belum juga kemungkinan perpindahan penempatan kerja, semua tempaan dan ujian yang membuat kita lebih baik dan naik level.

Semua kesuksesan menuntut kita untuk mengambil semua kesempatan, untuk tidak berhenti ketika gagal datang, dan terus berlari hingga sampai di tujuan. Hingga saat sudah di tujuan, kita bisa melihat kebelakang untuk puas melihat seberapa jauh kita berlari, berapa banyak lawan yang berhasil kita lewati.

Pada akhirnya, jangan menikah ketika kamu punya masalah. Karena menikah menimbulkan banyak masalah.

Jadi, kamu pilih apa?


0 comments:

Posting Komentar

Tulis "komentarmu"-mu disini :)

 

A U D Y's World Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea